Sergap7// – Jakarta, 21 Agustus 2025 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi memeriksa Gubernur Kalimantan Barat, R N sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi proyek di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Mempawah.
Pemeriksaan berlangsung di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (21/8). Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, menegaskan pemanggilan RN dilakukan terkait kapasitasnya sebagai mantan Bupati Mempawah saat proyek infrastruktur itu bergulir.
“Pemeriksaan bertempat di Gedung Merah Putih KPK atas nama RN,” ujar Budi.
Skandal PUPR yang Membelit
Kasus ini telah menyeret tiga tersangka – dua pejabat daerah dan satu pihak swasta.
Selain RN, KPK juga telah memanggil Abram Elsajaya Barus, Staf Ahli Menteri PUPR, serta Boediarso Teguh Widodo, mantan Dirjen Perimbangan Keuangan Kemenkeu.
Pada April 2025, penyidik KPK menggeledah 16 lokasi dikalbar . Puluhan dokumen dan barang bukti elektronik disita, memperlihatkan jejak kuat adanya praktik korupsi yang sistematis.
Publik Menanti Kepastian Hukum
Pemanggilan RN langsung mengguncang opini publik. Pertanyaan keras muncul:
Apakah ini hanya formalitas prosedural?
Atau sinyal awal KPK untuk menyentuh aktor utama?
Aktivis antikorupsi di Kalbar menegaskan, kepastian hukum kini di ujung tanduk. Publik tidak ingin kasus berhenti pada pejabat teknis; mereka menuntut kejelasan siapa yang sebenarnya memberi jalan bagi praktik korupsi
Kasus PUPR Mempawah kini adalah cermin retak wajah hukum di Kalimantan Barat.
KPK berada di persimpangan: berani tegak lurus atau kembali melemah karena kompromi politik.
R N berada di zona abu-abu: tetap saksi atau berpotensi tersangka, semua bergantung pada bukti dan konsistensi kesaksian.
Publik adalah benteng terakhir: tanpa sorotan masyarakat sipil, kasus ini bisa dingin; dengan tekanan publik, ia bisa jadi preseden bersejarah.
Hukum diuji, integritas dipertaruhkan, dan Kalimantan Barat menanti jawaban: apakah hukum masih punya taring, atau sudah ompong di hadapan kuasa?
“KPK Sentuh Gubernur Kalbar: Hukum di Ujung Tanduk?” adalah pertanyaan tajam yang menggantung di ruang publik.
Jawabannya akan menentukan arah sejarah: apakah kasus ini membuktikan hukum masih tegak, atau sekadar menambah daftar panjang kompromi politik yang menelan keadilan rakyat.
Korupsi adalah cermin rapuhnya moral kekuasaan, sedangkan hukum adalah ujian atas keberanian menegakkan keadilan.
Dalam Skandal PUPR Mempawah, korupsi menelanjangi kegagalan birokrasi, sementara kompetensi hukum diuji: apakah KPK mampu menembus benteng politik atau justru patah di hadapan kuasa.
korupsi melahirkan krisis kepercayaan, dan hanya hukum yang tegak lurus yang bisa memulihkan martabat negara.
Tim