SERGAP7// Pontianak, 2 Juli 2025 - Pemindahan Pulau Pengekek Besar dan Pulau Pengekek Kecil dari wilayah Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat, ke Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), kini menjadi sorotan tajam. Ketua DPD LSM MAUNG Kalbar, Andri Mayudi, mempertanyakan dasar hukum, prosedur administratif, serta kemungkinan adanya pihak tertentu yang terlibat di balik kebijakan yang menurutnya terjadi secara senyap.
“Bagaimana mungkin dua pulau yang selama ini tercatat sebagai bagian Kalimantan Barat tiba-tiba hilang dari peta kita hanya karena selembar surat keputusan? Atas kesepakatan siapa? Siapa dalangnya? Jangan bilang tidak ada orang dalam yang tahu atau terlibat,” kata Andri Mayudi kepada SERGAP Dirgantara7, Selasa (2/7).
Dalih Efisiensi: Apakah Sekadar Masalah Jarak?
Pemindahan kedua pulau tersebut diatur melalui Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 100.1.1-6117 Tahun 2023. Pemerintah pusat beralasan, letak kedua pulau dinilai lebih dekat ke Pulau Serasan, Natuna, wilayah Kepri.
Namun bagi Andri, alasan itu terlalu menyederhanakan persoalan.
“Kalau hanya soal jarak, bagaimana dengan sejarah, adat, hak ekonomi, dan rasa memiliki masyarakat Kalimantan Barat? Negara tidak boleh dikelola hanya dengan Google Maps. Pulau bukan sekadar titik koordinat. Ia adalah identitas sosial dan kedaulatan daerah,” tegasnya.
Menurutnya, pemindahan wilayah administratif tidak mungkin muncul tanpa ada pembahasan internal yang panjang.
“Pertanyaannya, siapa yang pertama kali mengusulkan pemindahan ini ke meja Kemendagri? Siapa yang melobi? Siapa orang dalam yang mungkin mengatur agar keputusan ini bisa lolos tanpa banyak diketahui publik? Ini yang harus dibuka terang-terangan,” lanjut Andri.
Pulau Oengok Besar dan Kecil: Sinyal Bahaya Bagi Pulau Lain
Isu pemindahan pulau ini memunculkan kekhawatiran yang lebih luas. Andri menyoroti Pulau Oengok Besar dan Kecil, yang hingga kini belum tercatat secara detail dalam peta koordinat nasional maupun internasional.
Padahal, Kabupaten Mempawah secara geografis berada di antara 0°44' Lintang Utara hingga 0°0,4' Lintang Selatan dan 108°24' hingga 109°21,5' Bujur Timur. Pulau-pulau kecil di wilayah pesisir tersebut seharusnya menjadi bagian tak terpisahkan dari Kalimantan Barat.
“Pulau-pulau kecil di pesisir Mempawah adalah bagian penting dari Kalbar. Kalau data koordinatnya tidak akurat atau bahkan tidak tercatat, pulau kita ibarat anak yatim di peta nasional. Sangat mudah diambil pihak lain secara administratif. Jangan salahkan pemerintah pusat kalau tiba-tiba memindahkan pulau seenaknya. Data yang tidak lengkap adalah celah yang sangat berbahaya,” tegas Andri.
Ia mendesak Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Mempawah serta instansi terkait lainnya segera melengkapi data dan mendaftarkan seluruh pulau ke basis data nasional maupun internasional, termasuk ke UNCLOS.
Perspektif Hukum: Potensi Cacat Prosedur
Secara hukum, Andri menilai pemindahan dua pulau ke Kepri berpotensi cacat prosedur.
“Permendagri Nomor 137 Tahun 2017 secara jelas mencatat Pulau Pengekek Besar dan Kecil sebagai wilayah Kabupaten Mempawah. Kalau batas wilayah ingin diubah, harus melalui prosedur yang sah: ada konsultasi daerah, persetujuan DPRD, hingga musyawarah publik. Pertanyaannya, apakah semua prosedur itu pernah dijalankan? Jika tidak, maka keputusan ini cacat administratif,” jelasnya.
Andri juga mengingatkan, Pasal 14 Permendagri Nomor 141 Tahun 2017 membuka ruang peninjauan ulang batas wilayah apabila terdapat keberatan daerah, konflik sosial, keberadaan masyarakat adat, atau tumpang tindih administrasi.
“Kalbar punya dasar hukum yang kuat untuk melayangkan keberatan. Kita tidak boleh membiarkan wilayah kita diambil hanya karena hitungan jarak di meja birokrasi Jakarta,” katanya.
Dimensi Sosial, Budaya, Politik, dan Keamanan
Andri menekankan, pemindahan pulau bukan sekadar urusan administratif. Persoalan ini menyangkut aspek sosial, budaya, ekonomi, politik, bahkan keamanan nasional.
“Pulau adalah wajah daerah. Ia punya nama yang diwariskan turun-temurun, punya kisah sejarah, punya nilai strategis. Bahkan pulau kecil sekalipun menentukan garis pangkal wilayah laut, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), dan hak atas sumber daya. Kalau kita biarkan satu per satu pulau kita berpindah, bukan tidak mungkin peta negara akan berubah,” ujarnya.
Andri menduga ada kepentingan politik, ekonomi, hingga geopolitik yang mungkin berada di balik pemindahan pulau ini.
“Mungkin ada pihak yang mengincar sumber daya laut. Mungkin ada kepentingan investasi besar. Atau bahkan pertimbangan geopolitik di wilayah Natuna. Siapa aktor-aktor di balik ini? Siapa dalangnya? Kami tidak akan tinggal diam,” tegasnya
Desakan Tindakan Konkret
DPD LSM MAUNG Kalbar meminta pemerintah daerah tidak bersikap pasif. Andri mendesak sejumlah langkah konkret, di antaranya:
Pemerintah Provinsi Kalbar segera mengajukan surat keberatan resmi ke Kemendagri.
DPRD Kalbar membentuk pansus khusus untuk menyelidiki proses administratif pemindahan pulau, termasuk memanggil pihak-pihak yang terlibat.
Pemkab Mempawah melakukan pendataan dan pendaftaran seluruh pulau ke basis data nasional dan internasional agar tidak menjadi korban klaim sepihak.
Masyarakat Kalbar turut aktif mengawal persoalan ini agar tidak menjadi preseden berbahaya di masa depan.
“Kalau Aceh saja bisa mengembalikan empat pulaunya yang sempat dipindahkan ke Sumatera Utara, mengapa Kalimantan Barat harus diam? Ini bukan soal efisiensi. Ini soal eksistensi, harga diri, dan kedaulatan. Pulau bukan benda mati. Ia punya jiwa. Jiwa itu kini sedang mencari jalannya pulang,” pungkas Andri Mayudi.
(SERGAP Dirgantara7)