SERGAP DIRGANTARA7// KALBAR - LSM MAUNG Kalbar menyuarakan keprihatinan mendalam terhadap kebijakan fiskal nasional yang dinilai masih berpijak semata pada jumlah penduduk, tanpa memperhitungkan luas wilayah, tantangan geografis, serta konsekuensi geopolitik. Organisasi ini mendesak pemerintah pusat melakukan reformasi menyeluruh dalam skema transfer dana ke daerah, demi mewujudkan keadilan sosial dan nilai kemanusiaan yang beradab.
“Negara ini tidak dibangun hanya untuk pulau yang padat penduduk. Negara ini dibangun untuk setiap jengkal tanahnya. Jika kebijakan hanya menghitung kepala, sementara rakyat di pedalaman terpinggirkan, maka negara gagal memenuhi amanat konstitusi dan prinsip kemanusiaan,” tegas Andri Mayudi, Ketua DPD LSM MAUNG Kalbar.
Ketimpangan yang Kasat Mata
Provinsi Kalimantan Barat memiliki luas wilayah sekitar 1,11 kali Pulau Jawa, namun total APBD provinsi ditambah 14 kabupaten/kota hanya berkisar Rp 30 triliun. Sementara itu, provinsi-provinsi di Jawa mengelola APBD antara Rp 30 hingga Rp 90 triliun setiap tahun.
Kesenjangan ini kian terasa ketika melihat fakta lapangan. Biaya pembangunan jalan di Kalbar dapat mencapai Rp 7 hingga Rp 8 miliar per kilometer, jauh lebih tinggi dibanding rata-rata Rp 5 miliar per kilometer di Jawa. Selain itu, biaya logistik di Kalbar membengkak hingga 20–30 persen karena kondisi geografis yang sulit, sedangkan wilayah perbatasan masih sangat minim infrastruktur, membuat masyarakat terisolasi dan rentan terhadap berbagai persoalan sosial.
LSM MAUNG Kalbar mengingatkan, kebijakan fiskal yang mengabaikan realitas wilayah luas bertentangan dengan prinsip keadilan yang dijamin konstitusi. Pasal 28H Undang-Undang Dasar 1945 menegaskan hak setiap warga negara untuk memperoleh kesejahteraan, kesehatan, dan tempat tinggal yang layak. Sementara Sila Kedua Pancasila, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, mengamanatkan negara untuk memuliakan setiap manusia tanpa membedakan tempat tinggal atau jumlah penduduk suatu daerah.
“Ibu yang melahirkan di pusat kota Pontianak atau di tepian Sungai Kapuas Hulu memiliki hak yang sama untuk dilayani negara. Negara tidak boleh menilai manusia hanya berdasarkan seberapa banyak jumlah kepala di suatu tempat,” kata Andri dengan nada tegas.
Masalah Ekonomi dan Kedaulatan
Bagi LSM MAUNG Kalbar, persoalan keadilan fiskal di Kalbar bukan sekadar urusan ekonomi, melainkan juga menyangkut kedaulatan negara. Kalimantan Barat berbatasan langsung dengan Malaysia. Ketimpangan pembangunan di wilayah perbatasan bukan hanya memicu kemiskinan, tetapi juga membuka peluang bagi penetrasi pengaruh asing, perdagangan ilegal, hingga migrasi gelap.
“Batas negara tidak hanya dijaga dengan pagar kawat atau bendera merah putih. Kedaulatan dijaga dengan rasa keadilan yang dirasakan rakyat. Kalau rakyat merasa dianaktirikan, rasa percaya pada negara akan rapuh, dan itu celah bagi pihak asing,” ujar Andri.
Lima Rekomendasi Reformasi Fiskal
LSM MAUNG Kalbar menilai bahwa reformasi Dana Alokasi Umum (DAU) adalah keharusan dari perspektif hukum, sosial, filosofis, budaya, dan demokrasi. Tanpa koreksi formula yang mencakup bobot wilayah, indeks aksesibilitas, dana khusus perbatasan, audit lapangan, serta transparansi, DAU hanya akan mempertahankan ketimpangan. Keadilan fiskal, bagi LSM ini, adalah wujud nyata nilai-nilai Pancasila dan hak konstitusional rakyat. Negara wajib hadir hingga ke pelosok, bukan hanya di pusat keramaian.
Untuk itu, LSM MAUNG Kalbar mengajukan lima langkah konkret sebagai berikut:
1. Penambahan Bobot Luas Wilayah
Formula Dana Alokasi Umum (DAU) wajib memberikan bobot minimal 10 persen bagi provinsi dengan luas wilayah di atas 50.000 kilometer persegi.
2. Indeks Aksesibilitas
Alokasi anggaran harus mempertimbangkan jarak, kondisi medan, dan kesulitan distribusi pelayanan publik.
3. Skema Dana Perbatasan Khusus
Alokasi dana khusus untuk pembangunan infrastruktur kesehatan, pendidikan, ekonomi, serta pengamanan di wilayah perbatasan.
4. Audit Lapangan Berkala
Kementerian Keuangan bersama Bappenas wajib turun langsung ke lapangan minimal setiap dua tahun, memastikan penghitungan kebutuhan fiskal berbasis kondisi nyata.
5. Transparansi dan Partisipasi Publik
Rumus alokasi dana dan hasil kunjungan lapangan wajib dipublikasikan secara daring agar masyarakat dapat mengawasi penggunaan anggaran secara terbuka.
Soal Martabat dan Kemanusiaan
LSM MAUNG Kalbar menegaskan bahwa perjuangan ini bukan semata soal penambahan anggaran, tetapi demi menegakkan martabat manusia dan menjaga kehormatan bangsa. Negara, menurut mereka, tidak boleh membiarkan warga di pelosok merasa menjadi masyarakat kelas dua hanya karena tinggal jauh dari pusat kota.
“Bangsa yang besar bukan bangsa yang hanya membanggakan jumlah penduduknya, tetapi bangsa yang mampu memuliakan setiap warganya di manapun berada. Keadilan fiskal bukan sekadar angka di kertas, tetapi cermin kemanusiaan yang adil dan beradab,” pungkas Andri.
LSM MAUNG Kalbar mendesak pemerintah pusat, DPR RI, dan seluruh pemangku kebijakan agar segera mereformasi kebijakan fiskal demi menghadirkan keadilan, kemanusiaan, dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Redaksi