Sambas 1 Desember 2025, Sergap Dirgantara7 - Ketua DPC Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) Kabupaten Sambas, Sunardi, mendesak aparat penegak hukum di Kalimantan Barat melakukan operasi besar-besaran terhadap jaringan pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Desakan ini sejalan dengan pernyataan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Provinsi Kalimantan Barat, Herkulana Mekarryani, yang menilai penindakan tegas terhadap pelaku TPPO sudah sangat mendesak.
“Pelaku perdagangan orang di Kalimantan Barat harus disisir dan ditindak tanpa kompromi. Situasinya sudah sangat mengkhawatirkan dan tidak bisa lagi ditoleransi,” tegas Sunardi.
Modus Beragam, Korban Masih Terus Berjatuhan
TPPO di Kalimantan Barat masih menjadi persoalan serius, terutama di wilayah perbatasan dan kantong pekerja migran. Modus yang digunakan pelaku beragam, antara lain tawaran pekerjaan bergaji tinggi, janji penempatan cepat, serta iming-iming fasilitas kerja di luar negeri.
Para pelaku memanfaatkan keterbatasan informasi, tekanan ekonomi, dan minimnya pemahaman hukum calon korban untuk melancarkan perekrutan non-prosedural.
Kepala DPPPA Provinsi Kalbar, Herkulana Mekarryani, mengungkapkan bahwa sepanjang 2025 pihaknya telah menangani pemulangan hampir ratusan korban TPPO dari berbagai wilayah di Kalbar. Mayoritas korban adalah perempuan dan anak.
“Banyak korban datang dalam kondisi kesehatan yang sangat memprihatinkan. Ada yang tunarungu, ada yang mengalami stroke, dan ada yang mengalami trauma berat akibat eksploitasi,” ujarnya.
Herkulana menambahkan, pola perekrutan dan perpindahan korban menunjukkan adanya jaringan yang bekerja secara terstruktur, sehingga penanganan membutuhkan langkah yang sistematis dan berkelanjutan.
SBMI Dorong Pengawasan dan Edukasi di Kantong PMI
SBMI Sambas menilai, operasi penindakan terhadap pelaku TPPO harus diiringi penguatan pengawasan keberangkatan pekerja migran dan edukasi langsung kepada masyarakat di daerah kantong Pekerja Migran Indonesia (PMI).
“Tanpa tindakan tegas dan menyeluruh, rantai perdagangan orang tidak akan pernah putus,” ujar Sunardi.
Ia mendorong Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, kepolisian, dan lembaga terkait lainnya memperkuat koordinasi untuk memastikan perlindungan yang lebih maksimal bagi calon pekerja migran, perempuan, anak, dan kelompok rentan lainnya.
Kerangka Hukum dan Kewajiban Negara
TPPO di Indonesia diatur antara lain dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Regulasi ini memberikan ancaman pidana berat bagi pelaku, serta menegaskan kewajiban negara untuk melakukan pencegahan, penindakan, dan pemulihan korban.
Di wilayah perbatasan seperti Kalimantan Barat, penegakan hukum terhadap TPPO membutuhkan kerja terpadu lintas sektor, termasuk peningkatan deteksi dini perekrutan ilegal, pengetatan jalur keberangkatan non-prosedural, serta penguatan layanan pemulihan bagi korban.
Isu TPPO di Kalimantan Barat kini menjadi perhatian serius berbagai pihak. Di tengah meningkatnya jumlah korban dan kompleksitas modus pelaku, penegakan hukum yang cepat, tegas, dan terkoordinasi dinilai krusial untuk memutus praktik perdagangan manusia di kawasan perbatasan.
Tim-Sergap Dirgantara7


















