Sergap7//Pemangkat, Kabupaten Sambas – Juni 2025di tanah pesisir yang semestinya menjadi simpul kemajuan ekonomi Sambas, jalan-jalan utama berubah menjadi kubangan rusak penuh lubang dan bahaya. Pemangkat, sebuah kecamatan strategis di tepi laut, sedang mengirim sinyal darurat: infrastruktur kritis dibiarkan membusuk, pemerintah daerah absen secara sistemik.
Ruas Jl. Bawadi, Jl. Pangsuma, Jl. Cemara, Jl. Pasar Ikan Lama, Jl. Melayu, Jl. Gereja, hingga Jalan Pelabuhan Tanjung Batu hari ini menjadi wajah luka kolektif masyarakat. Asphalt yang mengelupas, genangan air permanen, dan lubang besar menandai betapa buruknya tata kelola dan prioritas pembangunan daerah.
Kondisi Jalan: Rawan Kecelakaan, Minim Perawatan
Warga Pemangkat setiap hari melintasi medan jalan yang tak manusiawi. Motor terperosok, pejalan kaki tergelincir, pengusaha pasar dan pelabuhan mengeluh terganggunya distribusi. Semua karena pemerintah daerah tidak menjalankan tanggung jawab minimal: memelihara jalan.
“Sudah bertahun-tahun begini. Kalau malam, lubangnya tidak kelihatan. Musibah tinggal nunggu giliran,” ucap salah seorang pedagang di kawasan Jl. Melayu.
Rentan Banjir, Tapi Tidak Ada Strategi Proteksi Jalan
Sebagai kawasan bersempadan dengan laut, Pemangkat memiliki potensi banjir rob dan pasang setiap bulan dan tahun. Namun tidak satu pun proyek drainase modern atau proteksi infrastruktur terlihat di lapangan. Ini bukan kelalaian biasa, melainkan bentuk abstain sistemik dari perencanaan teknis dan kebijakan publik.
Pembangunan Tidak Adil: Pemangkat Diabaikan
Selama lima tahun terakhir, anggaran pembangunan jalan bernilai miliaran rupiah mengalir deras ke beberapa kecamatan lain di Kabupaten Sambas. Namun di Pemangkat—kawasan pelabuhan, pasar ikan, dan arus logistik utama—nyaris tak tersentuh.
“Musrenbang tiap tahun, reses berkali-kali, tapi Pemangkat tetap dikesampingkan. Kami hanya butuh keadilan pembangunan, bukan belas kasihan politik,” tegas warga Jl. Gereja
Tuntutan Masyarakat Pemangkat
Warga Pemangkat dengan tegas menyuarakan:
1. Perbaikan darurat dan permanen untuk seluruh jalan rusak di kecamatan Pemangkat.
2. Audit independen atas ketimpangan distribusi anggaran infrastruktur antar kecamatan.
3. Pembangunan sistem drainase dan penguatan jalan tahan banjir rob.
4. Evaluasi total terhadap kinerja Dinas PUPR dan Pokir DPRD yang terbukti tidak menyentuh Pemangkat.
5. Publikasi terbuka hasil Musrenbang dan realisasi anggaran tiap tahun untuk menjamin transparansi.
Jalan rusak bukan hanya perkara fisik, tapi bukti ketidakadilan struktural dan pengkhianatan terhadap hak dasar rakyat. Ketika akses ekonomi dan keselamatan warga dibiarkan rusak, itu bukan kebodohan — itu kelalaian yang disengaja.
Jika Pemangkat terus diabaikan, maka wajar rakyat mempertanyakan: siapa sebenarnya yang dilayani pembangunan di Kabupaten Sambas?
Tim