ads top menu

 


PULAU PENGIKIK MILIK SIAPA? JANGAN DIDIAMKAN. ADU ARGUMEN HARUS DIGELAR SECARA ADIL, NEGARA HARUS HADIR

By_Admin
Sabtu, Juli 05, 2025
Last Updated 2025-07-05T11:25:59Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates

 


SERGAP7// Pontianak, 5 Juli 2025 — Laut Natuna tampak tenang di permukaan, tetapi di dasarnya tengah bergolak sebuah persoalan besar yang kini menjadi ujian nyata bagi tegaknya hukum tata negara Indonesia. Dua pulau kecil, Pengikik Besar dan Pengikik Kecil, tiba-tiba dinyatakan “berpindah rumah” dari Kalimantan Barat (Kalbar) ke Kepulauan Riau (Kepri) setelah terbit Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 100.1.1-6117 Tahun 2022.


Padahal, secara historis dan administratif, kedua pulau ini sejak lama tercatat sah sebagai bagian dari Kabupaten Mempawah, Kalbar. Kini muncul pertanyaan kritis: Apakah wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat berpindah hanya melalui keputusan administratif seorang menteri? Di manakah supremasi hukum jika hal ini dibenarkan?


---


Bukan Sekadar Pulau Kecil, Ini Persoalan Kedaulatan Hukum


Bagi Andri Mayudi, Ketua DPD LSM MAUNG Kalbar, isu Pengikik bukan hanya soal luasan wilayah. Baginya, ini soal kedaulatan negara, integritas wilayah, dan wibawa hukum di mata rakyat.


> “Jangan biarkan sejengkal pun tanah Kalimantan Barat hilang secara diam-diam. Negara ini berdiri di atas hukum, bukan hanya pada fakta administratif yang bisa berubah begitu saja lewat SK,” tegas Andri.


Andri menegaskan, Pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 secara tegas menyatakan bahwa perubahan wilayah provinsi hanya dapat dilakukan melalui undang-undang, bukan melalui keputusan seorang menteri.


> “Bagaimana mungkin wilayah yang sejak lama tercatat dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 tiba-tiba berpindah hanya lewat SK Menteri? Ini melanggar prinsip hierarki peraturan perundang-undangan. Undang-undang tidak bisa dikalahkan oleh keputusan administratif,” kata Andri.


Dalam sistem hukum Indonesia, hierarki peraturan perundang-undangan sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, menempatkan undang-undang pada posisi lebih tinggi dibanding keputusan menteri. Selama Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 belum pernah dicabut atau diubah, Pulau Pengikik secara hukum (de jure) tetap tercatat sebagai wilayah Kalbar.


> “Kalau wilayah bisa berpindah hanya lewat SK Menteri, untuk apa kita susah payah membuat undang-undang? Ini bukan sekadar soal Pengikik, tapi soal masa depan sistem hukum kita sebagai negara hukum,” lanjut Andri.


---


Kepri Tampil Dengan Klaim Penguasaan De Facto dan Sejarah Kolonial


Namun Pemerintah Kepri punya narasi tandingan yang tidak kalah kuat. Bupati Bintan, Roby Kurniawan, menyatakan bahwa secara de facto, Pulau Pengikik sudah lama berada di bawah administrasi Kepri.


> “Fakta sejarah menunjukkan Pengikik adalah bagian Bintan. Kami sudah puluhan tahun mengurus pelayanan publik, administrasi, pendidikan, kesehatan di sana. Desa Pengikik tercatat dalam sistem kami. Hubungan sosial-ekonomi mereka lebih erat ke Tambelan daripada ke Kalbar,” ungkap Roby.



Tak hanya mengandalkan dokumen administratif modern, anggota DPRD Kepri, Khazalik, juga membawa argumentasi sejarah. Ia merujuk pada Perjanjian 1 Desember 1857 antara Resident van Riouw Niewenhuijzen dengan Sultan Sulaiman Badrul Alam Syah, yang diyakini memasukkan kawasan Pengikik ke wilayah Riau sejak era Hindia Belanda.


> “Ini bukan sekadar persoalan administrasi saat ini, tetapi juga soal sejarah panjang wilayah Riau,” ujar Khazalik.


Kepri juga menyoroti faktor geografis. Dari Tambelan ke Pulau Pengikik hanya butuh waktu sekitar lima jam perjalanan laut, sedangkan akses ke Kalbar jauh lebih sulit. Bagi masyarakat nelayan, hubungan sosial dan keterjangkauan sering kali lebih relevan daripada sekadar garis batas administratif.

---


Benturan Prinsip De Jure dan De Facto


Kasus Pulau Pengikik kini menjadi contoh paling gamblang benturan antara prinsip de jure (hukum tertulis) dengan de facto (penguasaan nyata).


Kepri mengandalkan legitimasi de facto:


Pemerintahan berjalan di bawah struktur Kepri.


Desa Pengikik tercatat dalam sistem administrasi Kepulauan Riau.


Masyarakat lebih terhubung ke Tambelan secara sosial-ekonomi.

Kalbar berdiri kokoh pada landasan de jure:


Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1956 tetap berlaku dan belum pernah diubah.


Permendagri Nomor 137 Tahun 2017 mencatat Pengikik sebagai wilayah Kabupaten Mempawah.


Hierarki hukum nasional tidak membenarkan perubahan wilayah hanya melalui SK Menteri.


Andri memperingatkan, jika fakta lapangan dijadikan satu-satunya dasar, maka supremasi hukum akan runtuh.


> “De facto memang Kepri mengelola Pengikik. Tapi hukum tak boleh kalah oleh fakta semata. Kalau wilayah bisa berpindah hanya lewat SK, ini preseden yang berbahaya. Besok-besok wilayah lain bisa saja hilang hanya lewat tanda tangan seorang pejabat,” tandas Andri.

---


Lebih dari Sekadar Titik Koordinat


Bagi Andri, Pengikik bukan sekadar titik koordinat di peta. Ini soal identitas, sejarah, dan rasa memiliki yang tertanam dalam masyarakat Kalbar.


> “Rakyat Kalbar memandang Pengikik sebagai bagian dari sejarah mereka. Ada jalur perahu nelayan, cerita leluhur, peta lama. Negara tidak boleh memutus memori kolektif rakyat hanya dengan logika administrasi. Kalau dibiarkan, konflik sosial bisa meledak,” ujar Andri.


---


LSM MAUNG Kalbar: Negara Harus Hadir


Dalam nada kian tajam, LSM MAUNG Kalbar menuntut sikap tegas dari Pemerintah Provinsi Kalbar yang dinilai terlalu pasif menyikapi persoalan ini.


> “Kami minta Pemerintah Kalbar jangan bungkam. Ini bukan soal kecil. Pulau Pengikik memang kecil, tapi masalahnya bisa besar jika dibiarkan. Jangan biarkan persoalan sebesar ini diputuskan sepihak, dalam tempo sesingkat-singkatnya, dan diam-diam. Ini soal kehormatan daerah. Kalau Pemprov Kalbar terus diam, rakyat akan bertanya-tanya, ada apa sebenarnya?” kata Andri.


LSM MAUNG Kalbar mendesak pemerintah pusat untuk segera:


Menggelar musyawarah nasional yang adil, bijaksana, dan beradab.


Membuka seluruh dokumen hukum, sejarah, dan peta wilayah secara transparan.


Menguji sah atau tidaknya Keputusan Mendagri Nomor 6117/2022 melalui Mahkamah Agung.


Menyusun ulang peta administratif nasional berbasis hukum yang sah.


Memberikan kompensasi kepada Kalbar bila terbukti Pulau Pengikik selama ini memang dikelola Kepri secara de facto.


> “Tanah air bukan hanya daratan, tetapi kehormatan. Jangan sekali-kali kita menukar kedaulatan dengan selembar kertas administratif. LSM MAUNG Kalbar akan mengawal persoalan ini sampai tuntas. Ini bukan sekadar soal Pulau Pengikik, tapi soal keadilan rakyat Kalbar dan harga diri hukum negara,” pungkas Andri.

---


Kini, Laut Natuna tampak tetap bergelombang lembut. Namun di bawah permukaannya, dua pulau kecil sedang memaksa bangsa ini menjawab satu pertanyaan fundamental: Apakah supremasi hukum tata negara akan ditegakkan setegak-tegaknya, ataukah nasib sebuah wilayah akan diputuskan diam-diam, dalam tempo sesingkat-singkatnya, tanpa musyawarah yang adil, bijaksana, dan beradab?


Laporan : Redaksi

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl

ads bottom hb.segerah