ads top menu

 


𝐃𝐀𝐍𝐀𝐔 𝐒𝐄𝐁𝐄𝐃𝐀𝐍𝐆 𝐌𝐄𝐍𝐆𝐄𝐑𝐈𝐍𝐆: 𝐏𝐄𝐌𝐄𝐑𝐈𝐍𝐓𝐀𝐇 𝐁𝐄𝐑𝐇𝐀𝐑𝐀𝐏 𝐇𝐔𝐉𝐀𝐍 𝐃𝐀𝐑𝐈 𝐋𝐀𝐍𝐆𝐈𝐓, 𝐁𝐔𝐌𝐈 𝐌𝐄𝐍𝐉𝐄𝐑𝐈𝐓 𝐌𝐄𝐍𝐔𝐍𝐆𝐆𝐔 𝐍𝐄𝐆𝐀𝐑𝐀 𝐓𝐔𝐑𝐔𝐍 𝐓𝐀𝐍𝐆𝐀𝐍 𝐃𝐄𝐍𝐆𝐀𝐍 𝐀𝐊𝐀𝐋

By_Admin
Jumat, Juli 25, 2025
Last Updated 2025-07-25T06:22:40Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates

 


Lsm Maung meminta pemerintah segera bertindak dengan kebijakan, bukan dengan doa menghadapi krisis Danau Sebedang


SERGAP DIRGANTARA7// Sambas, Jumat 25 Juli 2025 Kalimantan Barat —  Dalam beberapa bulan terakhir, Danau Sebedang, sumber air baku utama Kabupaten Sambas, menunjukkan tanda-tanda kerusakan ekosistem akut. Foto-foto dari lapangan memperlihatkan danau mengering, tanahnya retak, vegetasi liar tumbuh di bekas perairan, dan biota mati mengapung tanpa perlawanan. Tapi kerusakan ini bukan sekadar akibat musim kemarau—melainkan dampak langsung dari kebijakan publik yang cacat secara hukum dan etika.


KRISIS EKOLOGIS ATAU KEGAGALAN NEGARA?


Danau Sebedang, jantung air bersih Kabupaten Sambas, kini menyisakan bekas luka ekologis. Tanahnya menganga, dasar danau retak, biota air mati membusuk, dan genangan air mengecil nyaris hilang.


Di tengah derita alam, pemerintah daerah justru pasif. Alih-alih mitigasi, mereka sibuk berlindung di balik alasan “musim kemarau panjang”. Padahal, data dan fakta menunjukkan: ini bukan semata krisis iklim, tapi krisis tata kelola dan kegagalan hukum.


SUBJEK HUKUM: SIAPA YANG HARUS BERTANGGUNG JAWAB?

Dalam sistem konstitusi Indonesia, negara adalah subjek hukum ekologis. Pasal 28H UUD 1945 menyatakan, setiap orang berhak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Artinya, negara bukan hanya bisa, tapi wajib bertindak jika ruang hidup rakyat terancam.


Ketika Pemerintah Daerah gagal menjaga ruang lindung Danau Sebedang, maka Pemerintah Pusat wajib mengambil alih perlindungan ekologis. Kewajiban ini ditegaskan pula dalam:


UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup


UU No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air


PP No. 37 Tahun 2012 tentang Pengelolaan DAS dan Danau


Perda Kabupaten Sambas No. 17 Tahun 2015 tentang RTRW menyisipkan Danau Sebedang ke dalam zona “eksplorasi tambang logam dan radioaktif” melalui Pasal 5 ayat (2) huruf f. Sementara di pasal lain, wilayah itu disebut sebagai “Kawasan Perlindungan Setempat dan Wisata Alam”.


Ini adalah regulasi yang meniadakan dirinya sendiri. Inilah bukti bahwa tata ruang bukan lagi produk ilmu, melainkan hasil kompromi politik dan rente ekonomi.


APAKAH KEMARAU PENYEBAB UTAMA?

Fenomena El-Nino

Berdasarkan data BMKG, Kalimantan Barat mengalami El-Nino moderat hingga kuat sejak Maret–Juli 2025.


El-Nino menyebabkan penurunan curah hujan, suhu udara meningkat, dan memperpanjang musim kemarau.


Wilayah Sambas diperkirakan tidak menerima hujan selama >100 hari (lebih dari 3 bulan berturut-turut).


Tidak. El-Nino ekstrem memang memicu kekeringan. Namun, tanpa perlindungan kawasan sempadan, tanpa konservasi air, dan tanpa reboisasi, danau memang akan mengering—sekalipun hujan turun.


Dampaknya: Debit air permukaan menurun drastis.Air danau yang tidak ditopang oleh suplai DAS (Daerah Aliran Sungai) atau cadangan tanah menjadi cepat kering.


Foto lapangan membuktikan: Retakan masif dan tumbuhnya vegetasi liar  Tidak ada sistem resapan atau buffer zone


Tidak ada teknologi konservasi air seperti embung atau bendungan mikroTidak ada tindakan darurat dari pemerintah daerah


Iklim ekstrem akan selalu berulang dalam siklus alam. Tetapi jika lingkungan dan tata ruang sehat, maka ekosistem seperti danau masih bisa bertahan.


Justru kerusakan ini diperparah oleh: Rusaknya sempadan dan tangkapan air, akibat konversi lahan ke sawit dan tambang dan aktivitas lainya


Tidak adanya sistem cadangan air buatan (embung, sumur retensi).Alih fungsi kawasan lindung melalui Perda RTRW yang cacat hukum.Tidak ada kebijakan mitigasi atau adaptasi iklim dari pemerintah daerah


Dalam etika lingkungan, terdapat prinsip kehati-hatian (precautionary principle). Saat ada potensi kerusakan besar—sekalipun belum pasti—negara harus mencegahnya. Namun, dalam kasus Danau Sebedang, kehati-hatian diganti oleh kelalaian.


SERUAN STRATEGIS DPD LSM MAUNG KALBAR



1. Evaluasi dan cabut Pasal 5 ayat (2) huruf f Perda RTRW Sambas.


2. Moratorium semua aktivitas tambang, sawit, dan aktivitas ekonomi lainnya di sempadan dan kawasan

.

3. Pemerintah pusat harus ambil alih fungsi perlindungan ekologis.


4. Audit izin ruang, zona tambang, dan distribusi DAS oleh BPKP dan KLHK.


5. Tetapkan Danau Sebedang sebagai Kawasan Strategis Konservasi Nasional.


Danau Sebedang bukan kering karena hujan tak turun, tapi karena hukum dan negara memilih untuk tidak hadir. Ini bukan bencana alam. Ini adalah bencana kebijakan.


"Hukum yang tidak berpihak pada lingkungan, hanya akan menjadi alat legalisasi untuk merusak bumi."


Iklim adalah pemicu, bukan dalih penghapus tanggung jawab.,Bila tata kelola lingkungan kuat, El-Nino tidak akan membuat danau sebesar Sebedang mengering total.


“El-Nino memang datang dari langit, tapi kekeringan Danau Sebedang datang dari ruang rapat dan keputusan politik yang menyimpang.”


Jika pemerintah daerah tidak mampu menjaga Danau Sebedang, maka Pemerintah Pusat wajib bertindak—sebagai subjek hukum tertinggi yang menjamin hak atas lingkungan hidup sehat untuk seluruh warga negara.


Danau Sebedang tidak sekadar kekeringan — ini adalah simbol kekeringan tanggung jawab negara. Air bisa kembali. Tapi kepercayaan rakyat pada hukum dan negara, tak semudah itu dipulihkan.


 “Kalau negara diam, maka rakyat berhak bicara.”


Tim  Sergap  Dirgantara7

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl

ads bottom hb.segerah