SERGAP7//BLORA – Kritik tajam dilontarkan H. Kusnanto, mantan Ketua DPRD Kabupaten Blora sekaligus Ketua Paguyuban Mantan Kepala Desa (PMKD), terhadap kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 14.
Ia menilai aturan tersebut justru menutup ruang bagi masyarakat lokal untuk berperan dalam pengelolaan sumur minyak rakyat.
Menurut Kusnanto, secara konsep Permen 14 sebenarnya dimaksudkan untuk melegalkan aktivitas pengeboran sumur-sumur yang selama ini berjalan tanpa izin resmi.
Namun, di balik semangat legalisasi itu, ia melihat ada ketentuan yang justru tidak adil dan berpotensi merugikan masyarakat.
“Permen 14 itu sebenarnya bagus, karena tujuannya agar sumur-sumur ilegal bisa jadi legal. Tapi yang jadi masalah, di pasal 18 disebutkan bahwa pengelolaan sumur rakyat di satu kabupaten hanya boleh dilakukan oleh satu BUMD, satu koperasi, dan satu UMKM,” ujar Kusnanto, Selasa (4/11/2025).
Kusnanto menilai aturan tersebut tidak sesuai dengan realitas lapangan, terutama di Kabupaten Blora yang memiliki banyak titik produksi minyak di berbagai kecamatan, baik sumur tua maupun sumur rakyat.
Pembatasan pengelolaan itu, katanya, justru hanya menguntungkan segelintir kelompok.
“Di Blora ini sumurnya banyak, tersebar di kecamatan-kecamatan. Kalau cuma boleh satu koperasi dan satu UMKM, ya yang untung hanya kelompok itu saja. Rakyat lain tidak bisa ikut menikmati. Kami yang sudah punya koperasi seperti Koperasi Yudistira pun jadi tidak bisa ikut mengelola karena aturan membatasi,” keluhnya.
Lebih lanjut, Kusnanto juga menyoroti potensi minimnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) akibat sistem yang tidak inklusif ini.
Menurutnya, jika pengelolaan dilakukan secara terbuka di bawah koordinasi BUMD, maka keuntungan bisa lebih merata dan daerah turut mendapatkan manfaat.
Namun, jika hanya segelintir entitas yang menguasai, keuntungan akan berhenti di tangan mereka saja.
Selain soal keadilan ekonomi, Kusnanto juga menyoroti aspek keselamatan dan lingkungan hidup.
Ia menyinggung kasus ledakan sumur minyak di Desa gandu, Kecamatan bogorejo, yang menelan korban jiwa, sebagai bukti lemahnya pengawasan dan tanggung jawab pihak terkait.
“Kalau terjadi ledakan seperti di Gandu kemarin, siapa yang bertanggung jawab? Tidak ada. LH (Lingkungan Hidup) juga diam. Padahal kalau pengeboran tanpa izin UKL-UPL dan Amdal itu jelas salah. Tapi kejadian seperti itu dibiarkan. Yang rugi rakyat, yang repot pemerintah daerah,” tegasnya.
Ia menyebut, banyak pengeboran dilakukan tanpa standar keselamatan seperti pemasangan casing konduktor dan Blow Out Preventer (BOP).
Akibatnya, ketika terjadi rembesan atau ledakan, tidak ada mekanisme pengendalian yang memadai.
“Harusnya kalau mau ngebur, pakai standar pengeboran yang benar. Ada izin, ada perlengkapan keamanan. Jangan asal-asalan. Kalau terjadi blowout seperti di Gandu, yang kena imbasnya daerah lagi,” tambahnya.
Di akhir pernyataannya, Kusnanto menegaskan bahwa Permen 14 bukan solusi yang berpihak kepada rakyat.
Ia menilai kebijakan itu hanya membuka peluang bagi kelompok tertentu untuk menguasai sumber daya, sementara masyarakat kecil kembali tersingkir.
“Permen ini menurut saya tidak berpihak pada rakyat, tapi kepada kelompok. Karena nanti yang punya izin cuma mereka. Rakyat lain tidak bisa masuk. Itu tidak adil,” pungkasnya.



















