ads top menu

 


Bendera Raksasa Merah Putih Terbentang Perkasa di Hutan Lindung Gunung Gajah, Pemangkat

By_Admin
Sabtu, Agustus 16, 2025
Last Updated 2025-08-16T05:29:58Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates




Sergap7// Pemangkat, 16 Agustus 2025 – Langit Pemangkat pagi itu menjadi panggung sejarah. Sebanyak 27 personel TNI dan Polri bahu-membahu membentangkan bendera merah putih raksasa berukuran 22 x 18 meter di Hutan Lindung Gunung Gajah. Prosesi dimulai pukul 09.30 WIB dan tepat pukul 10.20 WIB Sang Saka berhasil menjulang gagah, berkibar melawan angin, menyapa rimba tropis yang bertahan di tengah ancaman kerakusan manusia.


Acara ini diikuti langsung oleh Danramil Pemangkat, Kapten Sigit, serta Kapolsek Pemangkat, AKP Ronald Deny Napitupulu, S.H., M.H. Sinergi TNI-Polri dengan masyarakat menghadirkan energi kolektif: pengibaran bendera bukan sekadar seremoni, melainkan pernyataan kebangsaan dari jantung khatulistiwa.


Kerja Sama: Inti Kemerdekaan

Bendera bukan sekadar kain, melainkan metafora. Untuk menegakkannya dibutuhkan tenaga, koordinasi, dan pengorbanan kolektif. Sama halnya dengan republik: kemerdekaan tidak pernah lahir dari satu tangan, tetapi dari gotong royong rakyat.


“Kemerdekaan bukanlah hadiah, melainkan hasil kerja bersama.” Kalimat itu hidup di Gunung Gajah. Dua puluh tujuh tubuh, dua puluh tujuh pikiran, menyatu demi satu tujuan: mengibarkan Merah Putih.


Gunung Gajah bukan sekadar lokasi ritual. Ia adalah benteng ekologis, artefak alam yang kini terdesak oleh ekspansi manusia. Ketika bendera raksasa berkibar di atasnya, publik diingatkan: kemerdekaan sejati bukan sekadar pesta tahunan, melainkan tanggung jawab menjaga tanah, hutan, dan laut.


“Nasionalisme bukan jargon, ia adalah kesadaran mengikat diri pada tanah,” pernah disampaikan Rocky Gerung. Kibaran merah putih di hutan lindung adalah simbol tandingan: tanah ini bukan komoditas, melainkan ruang hidup yang harus diwariskan.


Dua Puluh Menit, Seabad Makna

Prosesi pengibaran hanya memakan waktu 20 menit, namun menyimpan pesan seabad: tanpa koordinasi, bendera akan jatuh; tanpa integritas, bangsa akan runtuh.


 “Dulu peta kolonial hanya memotret ruang untuk kepentingan kuasa. Tetapi dengan merah putih di Gunung Gajah, masyarakat menegaskan: ruang ini milik mereka, bukan milik asing.”


Pemangkat: Kota Istimewa di Peta Khatulistiwa

Pemangkat bukan sekadar kota pesisir. Ia dikelilingi gunung hutan lindung, sungai yang menghidupi peradaban, dan laut Teluk Lekuk yang membuka cakrawala. Letaknya di garis khatulistiwa menjadikannya surga para naturalis dunia.



Narasi ini bukan mitos, melainkan modal sejarah yang harus dijaga. Jika dunia sudah menganggap Pemangkat istimewa, maka warganya tidak boleh sekadar berbangga. Ada tanggung jawab paripurna: merawat, menjaga, dan tidak menghancurkan warisan sendiri.


Pengibaran bendera raksasa ini adalah ritual kebangsaan dengan pesan filosofis yang dalam:


Kemerdekaan bukan hanya milik pusat, tapi denyut lokal.


Nasionalisme tidak boleh berhenti pada simbol, melainkan pada tindakan merawat ruang hidup.


Generasi Pemangkat harus mengenali narasi kotanya sebagai jati diri.


“Siapa yang menggambar, dialah yang berkuasa atas makna.” Dulu peta kolonial berusaha memberi makna atas Sambas dan Pemangkat. Kini, masyarakat menulis ulang: dengan merah putih, dengan kesadaran ekologis, dengan generasi yang bermutu.


Jika kita benar mencintai negeri ini, cinta itu tidak boleh berhenti di seremoni. Ia harus diwujudkan dalam tanggung jawab menjaga warisan Pemangkat—sungai, gunung, hutan, dan laut—sebagai ruang sakral kehidupan.


Merah putih di Gunung Gajah adalah pesan tajam: cinta negeri berarti menjaga warisan, bukan menggerusnya.


Liputan / Andri

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl

ads bottom hb.segerah