Sergap7// Pemangkat, Sambas – Minggu, 10 Agustus 2025 – Undangan privat dari Organisasi Serumpun Bahtera Rakyat (SEBAR) untuk membahas Misteri Problematika Pembangunan Lapangan Sepak Bola Gelora Gunung Gajah Pemangkat menjadi sorotan. Acara yang digelar Minggu malam (10/8/2025) di kediaman tokoh masyarakat Uray Tajudin, Jalan Stadion Pemangkat, menghadirkan Bupati Sambas H. Satono, S.Sos.I., M.H., sebagai pembicara utama.
Hadir pula aparat TNI/Polri, kepala desa, penasehat hukum, tokoh masyarakat, serta anggota DPRD Dapil 4 Sambas, Muzahar Fahri, S.H. dan Rahmadi, yang semakin menegaskan bobot politik forum ini.
Meski dikemas sebagai silaturahmi non-formal, tema yang diangkat menyentuh langsung proyek publik bernilai strategis di Jalan Pangsuma. Kehadiran pejabat lintas sektor mengindikasikan forum ini bukan sekadar temu kangen, melainkan langkah konsolidasi politik dan pengamanan narasi publik.
“Publik berhak bertanya: Apakah lapangan bola Pemangkat akan segera rampung atau tetap menjadi komoditas politik? Jawaban ada di tindakan, bukan undangan.”
Lapangan Bola, Silaturahmi, dan Panggung Politik
Silaturahmi adalah tradisi mulia, namun forum ini menunjukkan wajah lain dari diplomasi kekuasaan. Proyek lapangan bola di Jalan Pangsuma bukan hanya soal rumput dan gawang—ia adalah arena pembuktian akuntabilitas anggaran, tata kelola publik, dan citra politik penguasa daerah.
Kehadiran Bupati di kursi pembicara utama adalah pesan yang terukur: pemerintah ingin mengendalikan narasi, menempatkan diri sebagai solusi, dan mengamankan legitimasi publik. Namun, membicarakan proyek publik di ruang privat menimbulkan pertanyaan: di mana transparansi dan mekanisme formal yang menjamin komitmen itu bukan sekadar retorika?
Susunan tamu—dari aparat keamanan, kepala desa, anggota DPRD, hingga tokoh masyarakat—menunjukkan strategi political signalling yang cermat. Mereka bukan sekadar undangan, tapi simpul distribusi pesan ke lapisan masyarakat bawah. Jika langkah ini diikuti dengan realisasi konkret, ia bisa menjadi pemulihan kepercayaan. Jika tidak, ia akan dikenang sebagai panggung politik yang hangat di ruangan, tapi dingin di lapangan.
Aspirasi yang Terlalu Lama Menunggu
Bagi masyarakat Pemangkat, lapangan sepak bola di Jalan Pangsuma bukan sekadar hamparan rumput dan gawang—ia adalah mimpi kolektif yang telah terlalu lama menunggu wujudnya. Setiap tahun yang berlalu tanpa penyelesaian adalah lembaran waktu yang mengikis sabar, namun tidak memadamkan harap.
Dalam pandangan rakyat, infrastruktur olahraga ini adalah simbol kebersamaan, ruang tumbuh bagi generasi muda, dan arena yang menyatukan desa-desa tanpa memandang batas. Menuntaskannya bukan hanya memenuhi janji pembangunan, tetapi memulihkan rasa percaya antara warga dan pemerintah.
Seperti matahari yang ditunggu fajar, janji ini harus terbit dalam kenyataan, bukan sekadar hangat dalam wacana. Sebab, aspirasi yang dibiarkan menggantung terlalu lama akan kehilangan cahayanya—dan ketika itu terjadi, yang pudar bukan hanya harapan, tapi juga keyakinan bahwa suara rakyat masih berarti.
SERGAP Dirgantara7