Sergap7// Sambas, Kalimantan Barat – Selasa, 5 Agustus 2025 Sebuah video warga di Kecamatan Paloh, Kabupaten Sambas, menjadi bukti nyata atas peristiwa yang selama ini hanya dianggap sebagai "keluhan biasa". Dalam video tersebut, terlihat jelas sebuah tabung gas Elpiji 3 kg bersubsidi — lengkap dengan segel — hanya memiliki berat total 5,5 kilogram, bukan 8 kilogram sebagaimana standar nasional.
Tabung tersebut seharusnya berisi 3 kg gas bersubsidi, dengan bobot kosong ±5 kg. Namun saat ditimbang di hadapan kamera, hasilnya hanya 5,5 kg. Artinya, isi gas tinggal ±0,5 kg. Sisanya? Raib. Entah ke mana.
Ini bukan lagi soal kelalaian. Ini adalah sinyal keras bahwa sistem distribusi subsidi energi negara sedang rusak, bahkan busuk dari dalam.
Ketidaktahuan Rakyat Menjadi Lahan Penipuan
Bagi sebagian besar masyarakat miskin, tak ada alat timbang digital di rumah. Mereka mempercayai sepenuhnya bahwa segel SPBE adalah jaminan. Mereka tidak pernah menduga bahwa tabung dengan tulisan “Hanya Untuk Masyarakat Miskin” justru bisa menjadi alat untuk menjerat mereka dalam rantai kecurangan terstruktur.
Padahal, gas Elpiji 3 kg bersubsidi adalah barang dalam pengawasan sesuai Peraturan Presiden No. 104 Tahun 2007. Tapi pengawasan itu kini terbukti hanya berbunyi di atas kertas, tidak berbunyi di atas timbangan.
Respons Pemerintah: Lemah dan Melempar Tanggung Jawab
Dikonfirmasi oleh awak media, Suparno, Kepala Bidang Perdagangan di Disperindag Sambas, mengatakan:
“Kalau kejadian seperti ini bisa di-retur ke pangkalan bang, nanti pangkalan retur ke agennya.”
Alih-alih membela hak rakyat yang dirugikan, pejabat publik justru menyarankan prosedur teknis yang menyulitkan warga. Tidak ada perintah sidak. Tidak ada pembentukan tim investigasi. Tidak ada tanggung jawab.
Masih menurut Suparno:
“Segel dari SPBE, sepanjang monitoring kami belum ada indikasi curang.”
Padahal bukti visual yang terekam di Kecamatan Paloh — lengkap dengan metadata lokasi dan waktu — menunjukkan sebaliknya. Jika fakta bisa dibantah dengan narasi kosong, maka fungsi kontrol negara terhadap barang subsidi patut dipertanyakan.
Distribusi Gelap dalam Jalur Resmi
Lebih mengecewakan, pemilik PT. HARUM sebagai distributor resmi, menolak memberikan klarifikasi. Bahkan hingga berita ini diterbitkan, pihak SPBE tidak merespons upaya konfirmasi awak media.
Padahal jurnalisme adalah bagian dari mekanisme demokrasi. Ketika distributor dan pengelola SPBE memilih bungkam, dan pemerintah pasif, maka kebenaran hanya bisa dibongkar lewat suara rakyat dan investigasi independen.
Bukti Lapangan yang Tak Terbantahkan
Tabung LPG 3 kg subsidi bertuliskan “Hanya Untuk Masyarakat Miskin”
Berat terukur: 5,5 kg (harusnya 8 kg)
Berat kosong tabung: ±5 kg → isi gas hanya ±0,5 kg
Lokasi kejadian: Matang Danau, Kecamatan Paloh, Sambas
Waktu dokumentasi: Selasa, 5 Agustus 2025, pukul 12:27 WIB
Koordinat GPS: 1.623979° S / 109.207576°
Visual lingkungan: Poster Bright Gas dan Elpiji 3 Kg di area pangkalan resmi
Argumentasi Investigatif Interdisipliner
1. Hukum:
Melanggar UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Masuk unsur penipuan (Pasal 378 KUHP)
Jika terjadi secara masif dan merugikan keuangan negara, bisa masuk kategori tipikor (UU No. 31 Tahun 1999)
2. Ekonomi:
Jika 1 tabung dikurangi 2,5 kg, maka 10.000 tabung = 25.000 kg gas subsidi hilang
Dengan harga subsidi Rp5.000/kg, kerugian = Rp125 juta per bulan di satu titik distribusi
3. Sosial:
Masyarakat miskin dijadikan objek “penyesatan sistematis”
Rakyat disuruh retur, padahal mereka tak pernah diberi alat timbang
Kepercayaan terhadap negara runtuh, dimulai dari dapur-dapur kecil
4. Etika Negara:
Negara bersubsidi, tapi tidak mengawasi
Negara mencetak segel, tapi membiarkan kejujuran dipalsukan
Kesimpulan Sementara
Terjadi kecurangan takaran secara terverifikasi dalam tabung LPG 3 kg subsidi.
Tidak ada tindakan nyata dari pemerintah, distributor, maupun SPBE.
Warga dibiarkan mencari keadilan sendiri.
Negara hanya menyarankan retur, bukan perlindungan.
1. Audit menyeluruh terhadap SPBE dan distribusi Elpiji 3 Kg di Sambas
2. Pemeriksaan terhadap PT. HARUM oleh Disperindag dan Kejaksaan
3. Penerbitan hasil audit publik secara terbuka
4. Pembuatan hotline pengaduan LPG di tingkat kecamatan
5. Penindakan pidana terhadap pelaku pengurangan subsidi LPG
Penutup
“Gas Elpiji bukan sekadar energi untuk memasak. Ia adalah simbol keadilan negara yang bisa dinilai dari beratnya.”
“Saat isi gas melon berkurang sebelum sampai ke rakyat, yang dicuri bukan sekadar bahan bakar—tapi keadilan. Negara kehilangan integritas ketika nurani tak lagi ditimbang, dan rakyat miskin dipaksa menerima kebohongan sebagai takdir.”
Jika negara tak mampu menjaga isi 3 kilogram gas bagi rakyat miskin, maka apa lagi yang tersisa dari janji konstitusi tentang keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Ditulis oleh: Tim Investigasi SERGAP Dirgantara7




















