SERGAP DIRGANTARA7// Pontianak – Polemik temuan mobil tangki yang diduga menyalahgunakan distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar di wilayah Sintang kini mendapat tanggapan serius dari Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Lembaga Masyarakat Republik Indonesia (YLBH LMRRI) Provinsi Kalimantan Barat, Yayat Darmawi, SE., SH., MH.
Pertemuan yang membahas aspek yuridis terkait temuan tersebut berlangsung di Jalan Mujahidin No. 168, Akcaya, Kecamatan Pontianak Selatan, Kota Pontianak. Diskusi dihadiri langsung oleh Yayat bersama jajaran YLBH LMRRI Kalbar serta sejumlah awak media.
Fakta di Lapangan
Tim media yang melakukan investigasi menemukan sebuah mobil tangki terparkir di salah satu kios, tertutup terpal, dengan tiga jeriken berisi solar subsidi di sampingnya. Temuan tersebut menimbulkan dugaan adanya penyalahgunaan distribusi BBM bersubsidi.
Saat dikonfirmasi, sopir mobil tangki bernama Iwan enggan memberikan keterangan. Sementara itu, pemilik kios bernama Sringatun mengaku hanya membeli solar dengan harga Rp10.000 per liter untuk kemudian dijual Rp11.500 per liter dengan jumlah 45 liter. Ia juga menambahkan bahwa sopir tangki “sering kencing di mana-mana” meski tidak tahu lokasi pastinya.
Tanggapan YLBH LMRRI Kalbar
Menanggapi hal ini, Yayat Darmawi menegaskan bahwa temuan tersebut sudah memenuhi unsur fakta empiris dengan dokumentasi lapangan yang sahih. “Barang bukti berupa mobil tangki, sepeda motor pengangkut jeriken, serta tiga jeriken berisi solar di TKP tidak bisa dibantahkan. Alasan pembelaan seperti dalih perbaikan unit tangki justru tidak logis,” jelasnya.
Yayat menambahkan bahwa praktik “tangki kencing” harus ditelusuri secara hukum untuk memastikan rangkaian peristiwa pidana yang menyertainya. “Ini soal kausalitas hukum. Ada dugaan tindak pidana yang harus dibuktikan di pengadilan,” tegasnya.
Aturan dan Sanksi
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014, solar subsidi hanya diperuntukkan bagi masyarakat dan pelaku usaha tertentu. Pertamina pun tegas melarang pembelian BBM subsidi menggunakan jeriken di SPBU, kecuali untuk nelayan atau usaha kecil dengan rekomendasi resmi.
Jika terbukti melakukan penyalahgunaan distribusi, pelaku dapat dijerat Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi dengan ancaman pidana penjara hingga 6 tahun serta denda maksimal Rp60 miliar.
Komitmen YLBH LMRRI
Lebih lanjut, Yayat menegaskan bahwa YLBH LMRRI Kalbar akan mengawal proses hukum hingga tuntas. “Kami ingin memastikan distribusi BBM subsidi tepat sasaran. Walau kasus ini tampak sederhana, yang dirugikan secara langsung adalah masyarakat luas,” katanya.
Ia juga mengingatkan agar kerja media dan LSM dalam melakukan investigasi dihargai sesuai amanat UU Pers, karena dapat memberikan masukan konstruktif kepada pemerintah, Pertamina, maupun pihak terkait lainnya.
“Kolaborasi antara lembaga hukum dengan media sangat penting untuk menegakkan supremasi hukum, menjaga transparansi, dan memastikan distribusi BBM berjalan adil serta tidak merugikan siapa pun,” tutup Yayat.
Sumber: Ketua YLBH LMRRI Kalbar dan Tim