Sergap7//Sambas, Kalbar – 21 Agustus 2025 Masyarakat Kabupaten Sambas kembali menyoroti dugaan korupsi Dana Desa yang menyeret mantan Kepala Desa Tebuah Elok, Kecamatan Subah. Audit Inspektorat menemukan kerugian negara sebesar Rp615 juta. Namun hingga kini, mantan kades periode 2017–2023 itu belum juga ditahan aparat penegak hukum?
Kondisi ini memunculkan tanda tanya besar. Sebab, di Sambas sudah ada tiga mantan kepala desa lain yang ditahan dalam kasus serupa.
Tiga mantan kades di Sambas—IA (kampong Lorong), P (Bentunai), dan HS (Tebas Kuala)—telah resmi menjadi tersangka. Mereka terbukti menyalahgunakan Dana Desa melalui APBDes fiktif, SPJ palsu, mark-up kegiatan, hingga menghabiskan dana untuk judi online.
Total kerugian negara dari tiga kasus tersebut miliaran Rupiah. Fakta ini menegaskan krisis integritas aparatur desa dan lemahnya pengawasan keuangan desa.
“Jangan sampai hukum terlihat pilih kasih. Kalau tiga kades lain bisa ditahan, mengapa Tebuah Elok berbeda? Apakah ada perlindungan khusus?” ujar salah satu warga Tebuah Elok.
Laporan Inspektorat Sambas menegaskan adanya penyimpangan berulang dalam pengelolaan Dana Desa Tebuah Elok. Kerugian yang ditimbulkan mencapai Rp615 juta. Warga khawatir lambannya penindakan menimbulkan kesan adanya “anak emas hukum” yang kebal dari jerat pidana.
Kasus Tebuah Elok memperpanjang daftar skandal Dana Desa di Sambas. Dana yang seharusnya digunakan untuk membangun jalan, jembatan, dan layanan masyarakat justru raib akibat praktik korupsi.
“Kami khawatir kepercayaan masyarakat terhadap hukum makin terkikis. Jangan sampai hukum tajam ke bawah, tumpul ke atas,” kata seorang warga lainnya,
Publik menilai konsistensi prinsip equality before the law benar-benar dipertaruhkan dalam kasus ini.
Audit Inspektorat sudah memastikan kerugian negara sebesar Rp615 juta. Tiga kades sudah ditahan, sementara eks Kades Tebuah Elok belum tersentuh hukum. Situasi ini menimbulkan kesan impunitas.
Jika ada alasan hukum atas penundaan, harus dijelaskan secara resmi dan terbuka.
Tanpa langkah nyata, hukum di Sambas akan terus dipersepsikan hanya tajam ke bawah, tumpul ke atas.
Kasus Dana Desa di Sambas bukan peristiwa tunggal. Polanya berulang hampir setiap tahun. Penindakan yang hanya menyasar kepala desa membuat aktor lain dalam lingkaran tata kelola desa—seperti oknum perangkat, konsultan, maupun pihak eksternal—cenderung lolos dari jerat hukum.
Situasi ini memperlemah kepercayaan publik sekaligus memperkuat kesan adanya impunitas terstruktur.
Masyarakat menuntut KPK hadir di Sambas. Kehadiran lembaga antirasuah dianggap penting bukan hanya untuk menindak pelaku, tetapi juga mereformasi tata kelola Dana Desa melalui audit kolektif, supervisi ketat, dan transparansi publik.
Tanpa intervensi sistemik, Sambas berpotensi terus terjebak dalam lingkaran skandal. Pada akhirnya, keadilan bagi masyarakat desa hanya akan menjadi slogan kosong tanpa makna.
SERGAP Dirgantara7 | Sorotan Publik



















