ads top menu

 


TKD Dipangkas, Aktivis Kalbar Pertanyakan Konsistensi Negara terhadap Otonomi Daerah

Redaksiâ„¢
November 09, 2025
Last Updated 2025-11-09T05:54:16Z
Premium By Raushan Design With Shroff Templates

 


SERGAP DIRGANTARA7// Kalbar, 9 November 2025 - Kebijakan pemerintah pusat yang melakukan penyesuaian, pemangkasan, dan penjadwalan ulang penyaluran sebagian Transfer ke Daerah (TKD) dalam APBN 2025–2026 menyita perhatian publik. Kekhawatiran muncul karena sebagian besar pemerintah daerah di Indonesia masih bergantung pada dana TKD untuk menjalankan layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur.


Menurut data Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan, rata-rata Pendapatan Asli Daerah (PAD) hanya berkontribusi sekitar 20–30 persen terhadap APBD. Sisanya bergantung pada dana transfer pusat seperti Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Bagi Hasil (DBH), dan Dana Desa. Pada 2024, DJPK mencatat terdapat lebih dari 298 pemerintah daerah yang lebih dari 80 persen pendapatannya bersumber dari transfer pusat.


Dalam situasi ketergantungan fiskal tersebut, penundaan atau pemangkasan TKD dinilai dapat memengaruhi kelancaran pembayaran gaji guru, tenaga kesehatan, operasional sekolah, ketersediaan obat, hingga pemeliharaan layanan dasar seperti jalan desa dan air bersih, terutama bagi daerah dengan PAD rendah.


Aktivis masyarakat sipil Kalimantan Barat, Andri, menyampaikan kritik terhadap arah kebijakan fiskal nasional.


 “Kalau lebih dari 80 persen keuangan daerah masih bergantung pada pusat lalu penyaluran transfer dipangkas atau ditunda, wajar publik bertanya: otonomi itu kewenangan, atau sekadar administrasi?” ujarnya, Sabtu (8/11).

Ia menegaskan kritik ini ditujukan terhadap sistem kebijakan, bukan kepada individu atau lembaga tertentu.


Kementerian Keuangan menjelaskan bahwa penyesuaian TKD dilakukan untuk menjaga stabilitas fiskal nasional, mendorong belanja daerah berbasis kinerja, dan mengurangi dana yang mengendap di kas daerah. Per Agustus 2025, saldo dana pemerintah daerah di perbankan tercatat mencapai Rp233,1 triliun, angka tertinggi dalam lima tahun terakhir.


Menteri Dalam Negeri, melalui Surat Edaran Nomor 900/833/SJ tanggal 23 Februari 2025 sebagai tindak lanjut Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025, meminta pemerintah daerah melakukan efisiensi anggaran, terutama pada belanja perjalanan dinas, rapat seremonial, dan kegiatan non-prioritas.


Komisi XI DPR RI meminta pemerintah pusat tetap memperhatikan kebutuhan fiskal daerah dan memastikan belanja wajib seperti pendidikan dan kesehatan tidak terganggu. Wakil Ketua Komisi XI juga mengimbau pemerintah daerah untuk bersabar dan melakukan penyesuaian anggaran secara bijak.



Sejumlah pemerintah daerah mulai merevisi APBD 2025 dan menyusun ulang program belanja. Fokus dialihkan pada belanja wajib dan Standar Pelayanan Minimum (SPM). Namun, beberapa kepala daerah menyatakan kekhawatiran, terutama daerah yang PAD-nya rendah dan sangat bergantung pada TKD.



Kolom Opini – Aktivis Kalbar

 “Otonomi Tanpa Daya Fiskal Hanya Seremonial”

 “Angka boleh disesuaikan, tetapi hak rakyat tidak boleh ditunda. Jika otonomi diserahkan, namun sumber fiskalnya tetap dikendalikan pusat, maka otonomi berjalan tanpa kemandirian. Stabilitas anggaran tidak boleh mengalahkan hak warga untuk sekolah, berobat, dan hidup layak.”Andri


Penutup


Secara hukum, penyesuaian TKD dimungkinkan selama tetap menjamin layanan dasar warga sesuai amanat UUD 1945 Pasal 28H dan 34. Namun dengan PAD rata-rata daerah hanya mencapai 20–30 persen dari APBD, negara tetap memiliki tanggung jawab memastikan arus dana minimum dan jadwal penyaluran yang pasti.


Karena otonomi baru bermakna jika kewenangan, fungsi, dan pembiayaan berjalan seimbang. Tanpa itu, desentralisasi hanya menjadi administrasi, bukan keadilan fiskal.

Kami berharap DPRD dan Pemda bisa bersama memperjuangkan hak fiskal daerah secara konstitusional ke pemerintah pusat.”


“Pada akhirnya, otonomi daerah bukan hanya soal pelimpahan kewenangan, tetapi kesediaan negara membiayai pelayanan dasar yang dijanjikan konstitusi. Fiskal boleh disesuaikan, tetapi hak warga tidak boleh ditunda. Jika pusat menuntut kedisiplinan daerah, maka daerah pun berhak meminta kepastian – bukan belas kasihan, tetapi keadilan.”



Laporan : Andri 

Komentar
komentar yang tampil sepenuhnya tanggung jawab komentator seperti yang diatur UU ITE
  • Stars Rally to Beat Predators in Winter Classic at Cotton Bowl

ads bottom hb.segerah